Newcastle Bungkam Liverpool di Final Carabao Cup: Akhir Penantian 70 Tahun!

Wembley Stadium menjadi saksi sejarah. Setelah menanti selama tujuh dekade, akhirnya Newcastle United berhasil menggenggam kembali trofi juara yang terakhir kali mereka raih pada tahun 1955. Dalam partai final Carabao Cup yang penuh tensi, The Magpies sukses menaklukkan Liverpool – tim yang sebelumnya menjadi favorit juara – dengan skor meyakinkan berkat permainan agresif dan strategi jitu dari sang pelatih, Eddie Howe.
Perjalanan Panjang Menuju Trofi
Final kali ini begitu emosional bagi para pendukung Newcastle. Bayangkan saja, 70 tahun lamanya mereka puasa gelar. Dan kemenangan ini terasa lebih manis karena mereka berhasil menumbangkan Liverpool, tim yang sempat mendominasi klasemen Liga Inggris dan dikenal sebagai raksasa Eropa.
Di sisi lain, kekalahan ini menjadi pukulan berat bagi Liverpool. Setelah tersingkir dari FA Cup dan Liga Champions, Carabao Cup seharusnya menjadi peluang besar untuk menutup musim dengan trofi. Namun, harapan itu pupus oleh semangat juang tak kenal lelah dari Newcastle.
Analisis Taktikal: Duel Fisik dan Strategi Set-Piece
Pertandingan berjalan dengan intensitas tinggi sejak menit awal. Kedua tim tampil agresif, dan laga penuh dengan duel fisik yang keras, khas gaya permainan Newcastle. Meski Liverpool unggul dalam penguasaan bola, mereka kalah telak dari segi jumlah tembakan dan expected goals (xG).
Gol Pertama: Strategi Set-Piece yang Sukses
Gol pembuka Newcastle dicetak melalui skema bola mati. Tendangan sudut yang diarahkan ke tiang jauh disambut oleh Dan Burn – bek jangkung 188 cm – yang memang sudah beberapa kali menjadi target di situasi serupa. Kurangnya antisipasi dari lini pertahanan Liverpool, terutama dari Alexis Mac Allister, membuat peluang ini berubah menjadi gol yang membawa angin segar bagi The Magpies.
Gol Kedua: Sentuhan Magis dari Isak
Gol kedua Newcastle dicetak oleh striker andalan mereka, Alexander Isak, yang tampil brilian sepanjang laga. Gol ini berawal dari serangan sayap kanan, ketika Livramento melakukan kombinasi satu-dua dengan Harvey Barnes dan mengirim umpan silang ke tiang jauh. Murphy yang duel dengan Robertson berhasil mengarahkan bola ke Isak, yang tanpa ampun menceploskan bola ke gawang Caoimhin Kelleher.
Strategi Isak untuk tidak berduel langsung dengan Van Dijk maupun Konaté terbukti cerdik. Ia lebih memilih melebar ke sisi pertahanan Liverpool untuk menghindari kontak dengan bek-bek tangguh tersebut.
Pertahanan Disiplin Newcastle, Frustrasi Liverpool
Kunci sukses Newcastle bukan hanya di lini serang. Justru kekuatan utama mereka adalah struktur pertahanan yang disiplin. Mereka bertahan dalam formasi 4-5-1 yang fleksibel menjadi 5-4-1 ketika diserang. Murphy turun untuk membantu menutup ruang di sisi lapangan, dan pressing tinggi saat Liverpool melakukan goal kick membuat The Reds kesulitan membangun serangan dari belakang.
Liverpool pun kerap dipaksa mengirim umpan lambung panjang ke depan, yang sebagian besar berujung pada duel udara yang dimenangkan pemain Newcastle. Saat Newcastle memutuskan bertahan lebih dalam di babak kedua, mereka tetap tampil solid dan disiplin. Bahkan ketika Jurgen Klopp mencoba mengubah keadaan dengan memasukkan Darwin Núñez, Diogo Jota, hingga Federico Chiesa, tak banyak peluang berbahaya yang berhasil mereka ciptakan.
Harapan Newcastle, Kekecewaan Liverpool
Pada menit-menit akhir, Liverpool sempat memanfaatkan celah lewat serangan balik cepat dan menciptakan peluang lewat kombinasi Harvey Elliott dan Chiesa. Namun hal tersebut belum cukup untuk mengejar ketertinggalan.
Bagi Newcastle, kemenangan ini bukan sekadar mengakhiri penantian panjang akan trofi, tetapi juga menjadi bukti bahwa mereka kini pantas diperhitungkan di papan atas sepak bola Inggris. Sejak diambil alih oleh pemilik baru, mereka menunjukkan konsistensi dan semangat juang luar biasa. Trofi Carabao Cup ini bisa menjadi pondasi menuju musim-musim gemilang berikutnya – bahkan zona Liga Champions bukan lagi mimpi.
Sebaliknya, Liverpool kini harus kembali menata asa. Harapan meraih empat gelar dalam satu musim (quadruple) telah kandas. Bahkan peluang meraih double winner pun lenyap. Kini fokus mereka tertuju pada Premier League, demi menjaga peluang juara yang masih terbuka.