Ekonomi Bisnis

Pakar Hukum Minta Penertiban Sawit di dalam Kawasan Hutan Harus Cermat

JAKARTA – Penertiban kawasan hutan harus dilaksanakan lebih besar cermat dengan memperhatikan kriteria kawasan hutan itu sendiri. Artinya harus ada pedoman tipologi kawasan hutan yang mana telah ada penetapannya. Jika bukan memperhatikan sumber hukum sesuai status kawasan hutan yang telah dilakukan ditetapkan dikhawatirkan akan mengganggu produksi serta produktivitas kebun sawit itu sendiri yang tersebut pada akhirnya produk-produk dari Satgas Sawit akan menyimpan problem hukum berikutnya.

Pakar Hukum Kehutanan Dr. Sadino mengatakan, pemerintah bukan boleh mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 45/PUU-IX/2011 terkait kawasan hutan dan juga Putusan MK No. 34/PUUIX/2011 yang tersebut melindungi hak melawan tanah.

“Sudah ada Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja serta Peraturan eksekutif (PP) No. 24 Tahun 2021 yang tersebut menjadi dasar hukum penyelesaian lahan perkebunan sawit. Presiden pun harus mengacu pada kerangka hukum ini pada menjalankan kebijakan,” kata Sadino di keterangannya, Kamis (10/4/2025).

Lebih jauh, langkah penyitaan secara hukum telah seharusnya mendasarkan pada aturan sebagaimana diatur pada KUHAP yang tersebut berarti harus ada proses hukum. Aturan yang mendasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) tentu bukan sejalan dengan UU KUHAP itu sendiri.

Terkait penertiban kawasan hutan tentu pola penyelesaiannya sudah ada diatur pada Pasal 110A kemudian 110B UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang aturan dibawahnya telah diatur pada PP 24 tahun 2021.

Dia menjabarkan status kawasan hutan tentu acuannya UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan lalu peraturan turunan lainnya. Selain itu juga berpedoman pada Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011.

“Juga pengertian kawasan hutan di Pasal 1 nomor Perpres 5 tahun 2025. Disitu berarti yang digunakan telah ada penetapan kawasan hutan yang tersebut berarti harus yang digunakan telah dikukuhkan. Sesuai Pasal 13 ayat (2) UU 41 tahun 1999 juga Pasal 14 ayat (1),” papar Dosen Universitas Al-Azhar Ibukota ini.

Lebih lanjut, Sadino menyoroti aspek penyitaan lahan yang kerap dikaitkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan. Ia menilai bahwa penyitaan harus mengacu pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak pada Perpres tersebut.

“Perpres tiada mengatur perihal penyitaan tetapi disitu pengambilalihan lahan sawit yang mana diduga masuk sebagai kawasan hutan. Kalau ada pengambilalihan lahan, itu harus melalui proses hukum yang sah, sesuai KUHAP. Pasal 110A serta 110B pada UU Cipta Kerja juga tidaklah mengatur penyitaan,” jelasnya.

Related Articles

Back to top button